Sign by Danasoft - Get Your Free Sign

WIN – WIN NEGOTIATION

Saturday, March 29, 2008

Pernahkah dipikirkan dengan sengaja bahwa kita mampu melakukan win – win negotiation ketika kita benar – benar menghadapinya ? Yang mungkin terlintas adalah bagaimana mungkin kita dengan sukarela melakukannya sedangkan diri kita sendiri sudah pasti tidak menghendaki kerugian sedikitpun.

Kisah sederhana berikut mungkin dapat dijadikan pandangan bahwa kita dapat melakukannya, dengan sukarela sekalipun.

Seorang ibu dibuat pusing oleh kelakuan kedua putranya. Keduanya bertengkar memperebutkan satu buah jeruk. Tidak ada yang mau mengalah. Masing-masing menginginkan jeruk tersebut hingga akhirnya sang ibu memutuskan membelah buah jeruk tersebut menjadi dua bagian sama. Satu diberikan kepada putra pertamanya dan satunya diberikan kepada putra keduanya. Putra pertamanya, begitu menerima belahan jeruk tersebut, ia melangkah ke ruang tengah dan dengan cepat dikupasnya jeruk itu lalu dinikmati daging buahnya. Kulit jeruk tersebut ditinggalkan begitu saja di sebelah tempatnya duduk. Sedangkan putra keduanya, langsung membawa belahan jeruk miliknya ke ruang depan. Dengan hati-hati dikupasnya jeruk itu tanpa merusak kulitnya. Setelah dia dapatkan kupasan kulit jeruk itu, daging buahnya tidak dimakan tapi diletakkan begitu saja di sebelah tempatnya duduk. Dan dia mulai bekerja dengan kulit jeruk itu. Dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai sebuah mobil mini. Dia tampak puas dengan hasil kerjanya. Sang ibu yang memperhatikan polah tingkah kedua putranya jadi menyesal. Kalau tahu akan begini, kenapa juga tadi buah jeruk itu dibelah menjadi dua. Padahal, kedua putranya bisa saja mendapatkan bagian buah jeruk tersebut masing-masing utuh, pikir sang ibu.

Itu adalah cerminan kecil dari sebagian besar kehidupan manusia. Yang mengubah pandangan kita bahwa kita benar-benar dapat melakukan win-win negotiation. Dengan cara bagaimana ? Kita berikan saja sesuatu dalam hidup kita yang sedikit tidak membawa manfaat bagi kita tetapi justru merupakan bahan pokok kebahagiaan orang lain. Kita memperoleh kelegaan ketika sesuatu yang mungkin membebani kita tersebut telah kita bagi dan ternyata bermanfaat untuk orang lain. Kita beroleh kebahagiaan dan orang lain pun menikmati kebahagiaannya. Masing-masing utuh.

Terinspirasi dari radio swasta di Jombang tertanggal 27 Maret 2008 jam 06.00

HIDUP UNTUK REPOT ??!

Sunday, March 9, 2008

Pagi ini, seperti biasanya, aku berangkat ke kantor. Berjalan kaki dengan tenang dan tidak tergesa. Jarak kantor dengan tempat kost aku, tidaklah terlalu jauh. Selain bisa berhemat, itung-itung berolahraga dan menikmati keindahan ciptaan-Nya. Sesampai di kantor, rekan sejawatku sudah banyak yang hadir. Kegiatan rutin pertama kali adalah menjabat tangan rekan dengan gender sejenis. Dapat mempererat tali silaturahim, begitu kata orang bijak. Setelah bercanda sana-sini, baru aku menuju meja kerjaku. Kuletakkan tas dan aku duduk di singgasanaku yang kurasakan paling nyaman. Di tempat aku kerja.

Hari itu, tak banyak kegiatan yang kulakukan. Menunggu mahasiswa-mahasiswa yang akan kuliah. Aku mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Setelah mereka siap, aku menuju ke kelas mereka. Agendanya adalah pengenalan silabus karena mahasiswaku tersebut baru memulai hari pertama kuliah di semester baru. Tak terasa hampir satu setengah jam aku berada di kelas itu. Kuakhiri saja kelas dan meninggalkan mereka.

Begitu aku kembali ke ruang dosen, kulihat salah seorang rekan kerjaku akan keluar. Spontan aku bertanya kepadanya, ”Ibu, mau kemana ?”. Pertanyaanku tersebut cukup membuatnya menghentikan langkahnya. ”Saya mau ke kantor Akper terus sekalian fotokopi. Mau ikut ?” tawarnya kepadaku. Hm....ke kantor Akper? ”Mau. Kebetulan ada yang ingin saya cari. Tapi sebentar, saya ambil dompet dulu.” jawabku.

Selang berikutnya, kami sudah berjalan beriringan menuju tempat parkir sepeda motor. Beliau mengambil sepeda motor miliknya dan menaikinya. Dengan santai, aku membonceng di belakang beliau. Dalam perjalanan menuju ke kantor Akper yang letaknya tidak terlalu jauh, aku mencoba menanyakan satu pertanyaan kepadanya. Ya....sekedar perbincangan ringan, menurutku.

”Bu, boleh saya menanyakan sesuatu ?” tanyaku. ”Boleh...”
”Sebenarnya manusia itu hidup untuk apa sih, Bu?” tanyaku lagi.
Beliau tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaanku itu. Hanya beberapa detik setelah aku menutup mulut, beliau menjawab, ”Untuk repot....!”
Kontan aku terkejut dengan jawaban beliau. Entah itu begitu saja terucap atau memang pengalaman beliaulah yang saat itu menjawab pertanyaannku.

”Untuk repot ?....Maksud Ibu ?” tanyaku meminta penjelasan.
”Ya, iya. Manusia itu hidup untuk repot. Coba dipikir. Manusia yang belum memiliki pasangan hidup. Dia pasti akan mencari pasangannya kan? ” jelasnya.
”Iya.” jawabku singkat.
”Nah, Mbak kan tahu, orang yang menikah itu pasti repot. Dia harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan pas.” Beliau menghentikan penjelasannya sejenak. Seolah memberikan kesempatan kepadaku untuk mencernanya. Iya, ya, pikirku.
”Terus, setelah menikah pasti mereka punya keinginan untuk segera mendapatkan keturunan. Mendapatkan anak. Iya, kan? Padahal, setelah mereka benar-benar mendapatkannya. Yang dihadapi adalah kerepotan-kerepotan yang tidak kunjung usai. Satu dapat diatasi, bisa dipastikan kerepotan yang lain akan muncul. Begitu, kan?” jelasnya lebih lanjut.

”Iya, ya, Bu. Manusia hidup itu memang harus repot. Kalau nggak mau repot, ya jangan hidup. Karena memang itulah yang akan ditemuinya sampai menjelang ajal menjemput.” simpulku saat itu.

Perbincangan singkat itu, mau tidak mau membuatku berpikir.
Manusia hidup untuk repot.

Aplikasinya memang begitu. Tapi, kalau kita mau benar-benar menelaah lebih dalam lagi, dibalik semua kerepotan tersebut, tersimpan janji Tuhan aku ( Allah SWT ). Janji berupa anugerah yang tidak dapat dinilai dan digantikan oleh apapun di bumi ini. Janji yang sudah tercantum dengan sangat jelas (bahkan diulang sampai 2 kali) didalam Al-Qur’an surat Al-Insyiroh ayat 5 dan 6. Yang diterjemahkan sebagai berikut : ”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Tuhan aku ( Allah SWT ), bila sudah berjanji pasti menepati janjinya. Kelanjutan dari kedua ayat tersebut diatas, dapat kita jadikan pegangan dalam menjalani kehidupan. Yaitu : ”Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan). Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah, hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiroh : 7 dan 8).

Jadi, walau kehidupan kita penuh dengan ”kerepotan”. Jalanilah dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Karena dibalik semua itu, telah menanti kenikmatan tiada tara yang telah dijanjikan oleh Tuhan aku ( Allah SWT ).

 
Free new blogger template ABSTRACT MIND Design by Pannasmontata             Powered by    Blogger